Kemampuan dan kualitas kinerja intelijen ditentukan
oleh kehandalan dan kualitas dari sistem pendidikan dan pelatihan yang
merupakan wujud upaya untuk menjadikan seseorang cakap dan matang melalui
pembekalan kemampuan profesional dan pemberian pengalaman secara sistematik.
Pertanyaan
:
Untuk menjadikan BIN sebuah lembaga intelijen yang
profesional dengan kinerja yang profesional, bagaimana sistem rekrutmen
calon-calon petugas intelijen kita?
Sisi
kedua adalah efisiensi sistem pembinaan karier yang memungkinkan seseorang
menjadi matang melalui pemberian pengalaman yang sistematik. Para master-spy
dunia yang ada pada awalnya terbentuk dari para cantrik (apprentice).
Melalui kedua sistem tersebut yang dibina secara serasi, bertahap dan
berlanjut, para cantrik intelijen yang semula masih hijau dibangun
keterampilan, kepercayaan diri, kemampuan, dan kepemimpinannya, dengan rajutan
antara pelatihan kejuruan dan keahlian berbagai lika-liku seni intelijen dengan
penugasan, dari tugas magang, tugas lapangan (field operative), lalu
agen handler, kemudian middle analyst, sampai kepada senior
analyst. Hasil dari itu semua akan melahirkan master-spy.
Pertanyaan
:
Bagaimana sitem pendidikan dan pelatihan
professional baik yang berupa “in-house” maupun “out-house training” ?
Bagaimana pola “tour of area” dan “tour of duty”
(mutasi dan promosi) para pejabat BIN ?
Akibat
iklim politik yang serba tidak menentu, bidang pembinaan karier kepegawaiaan
yang belum mengacu kepada prestasi, yang juga berlaku pada aparat intelejen,
telah mengendala kaidah itu. Para petugas dan pejabat intelejen, terutama yang
berasal dengan latar belakang non militer berdasarkan ketentuan pemerintah
harus mengikuti “pendidikan karier” berjenjang regular pegawai negeri, seperti
SPAMA, SPAMEN, dan SPATI, untuk mengapatkan kenaikan jabatan yang mengandung
juga kenaikan tanggung jawab, sementara sebagaimana dinaklumi, sistem
pendidikan karier pegawai negeri tersebut tak ada sangkut pautnya sama sekali
dengan peningklatan keterampilan profesionalisme intelijen yang seharusnya
mereka peroleh dalam sistem pendidikan karir mereka. Sebaliknya, in-house
training yang dilakukan oleh lembaga intelijen selama ini di bidang tradecrafts
mereka ternyata tidak memiliki efek karier, belum mendapatkan pengakuan
dari badan administrasi pembinaan kepegawaian negara, BAKN, kecuali sekedar
sebagai credit points semata.
Sosok
Intelijen
Bagian
terpenting dari rangkaian pembinaan sumber-daya manusia untuk menjadikan
seseorang sisik intelijen dalam rajutan pembinaan pendidikan dan pembinaan
karier atas tadi bermula pada tahapan awal, yaitu recruitment.
Kekeliruan
pada tahapan awal ini akan berdampak panjang. Pencarian bibit (talent-scouting)
menjadi pengalaman penting dari usaha recruitment. Dari sederet panjang
tuntutan yang mutlak ada pada tiap calon rekrut ialah integritas pribadi,
loyalitas dan kemampuan profesional (professional competence).
Integritas pribadi merefleksikan sosok seorang yang jujur, dapat
dihandalkan, satu kata dengan perbuatan, memikiki keberanian moral, adil dan
bijaksana. Kesemuanya mutlak diperlukan, mengingat pekerjaan intelijen akan
lebih banyak dilaksanakan dengan mengandalkan pribadi demi pribadi.
Pengetahuan, analisis, dan laporan dari seorang sosok intelijen akan sangat
tergantung pada judgement dari pribadi yang bersangkutan. Dengan kata
lain, keberanian mengambil keputusan pada saat-saat kritis yang terkait erat
dengan integritas pribadi seseorang.
Loyalitas
menjadi tuntutan mutlak yang kedua. Loyalitas, atau kesetiaan, mengandung
keteguhan akan komitmen seseorang kepada misi yang diembannya, kepada etika
profesinya, kepada organisasinya, dan terutama kepada bangsa dan negaranya, diatas
segala-galanya tanpa pamrih. Sosok dan lembaga intelijen tidak boleh
menyimpangkan kesetiaannya kepada kelompok atau golongan, atau
kepentingan-kepentingan sempit di luar kepentingan nasional.
Pertanyaan
:
Bagaimana mengawasi loyalitas para petugas intelijen
dalam tugasnya kepada misinya dan sumpahnya?
Pengalaman
keterlibatan badan-badan intelijen di masa silam dalam konflik-konflik yang
bernuansa kepentingan kelompok dan politik aliran dari sejak awal
sejarah republik sebagaimana dituturkan pada riwayat lembaga BRANI, KP V, PBI
dan sebagainya, cukup menjadi pelajaran yang telah menorehkan trauma ke dalam
tubuh bangsa, yang telah menjadikan badan-badan intelijen kita tidak terlepas
dari trauma masa lalu, di mana sosok intelijen kerap cenderung memperlihatkan
subjektifitas politik alirannya, primordialisme yang kental,
sehingga tidak dapat menghindari diri dari perlibatan dengan kegiatan politicking
dalam politik praktis.
BIN
sebagai badan koordinasi intelijen negara, tidak peduli siapa pun yang memimpin
dan kapan pun, pada dasarnya harus senantiasa terikat kepada misinya, yaitu
menyampaikan informasi yang objektif dan faktual --pertimbangan tentang apa
yang sepatutnya dilakukan atau tidak dilakukan-- kepada presiden/kepala negara
dalam rangka mengamankan segala upaya untuk melindungi segenap rakyat
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahterahan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan keterlibatan dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Pertanyaan
:
Bagaimana usaha Kepala BIN untuk menjamin agar
badan-badan intelijen kita, khususnya BIN, tidak menjalankan politik kelompok,
politik aliran dan atau primodialisme, yang selama ini telah menjadi trauma
besar di kalangan masyarakat Indonesia?
Kemampuan profesional menjadi syarat mutlak ketiga
menuju terbinanya sosok intelijen yang profesional. Professionalisme tidak
terbatas hanya pada penguasaan teknis dari trade-craft intelijen. Di
dalamnya terkandung kewajiban dan kemampuan untuk menegakkan etika profesi yang
menjadikan intelijen menjadi profesi yang disegani dan terhormat, bukan
pekerjaan yang menimbulkan rasa takut dan jijik. Profesionalisme
menuntut dalam kegiatan intelijen penghormatan kepada hukum dan ketentuan yang
berlaku, hak-hak asasi manusia, nilai-nilai budaya yang ada, karena negara yang
kita impikan bukanlah negara polisi (police state) atau negara kekuasaan
(machts staat) yang kekuasaannya didukung oleh polisi rahasia semacam
Kempetai, Gestapo, GRU, atau Stazei. Badan-badan intelijen fungsional,
diharapkan oleh rakyat agar berhenti melakukan hal-ihwal di luar fungsi dan
misi intelijen, dan terutama dengan kegiatan yang menzalimi rakyat. Jangan
sampai berlaku pemeo, sukses di semua bidang, terkecuali di bidang intelijen.
(Catatan
: Oleh karena itu dalam upaya melakukan profesionalisasi sosok intelijen, dalam
rekrutmen calon petugas intelijen di luar tiga tuntutan dan persyaratan
tersebut diatas, badan-badan intelijen strategis mensyaratkan tenaga didik serendah-rendahnya
strata-1; berkepribadian hangat dan menyenangkan-bukan yang berpenampilan
sangar; mudah dan enak bergaul dalam berbagai lingkungan ; menguasai paling
tidak satu bahasa asing, yaitu bahasa inggris, dengan fasih; mampu membangun
struktur berpikir logis dan analitik; serta mampu menyampaikannya secara jernih
baik secara lisan maupun tertulis).
Menengok
perkembangan intelijen ke belakang dan memandang gelagat perkembangan
lingkungan dalam dan luar negeri ke masa depan, usaha untuk melakukan reposisi kedudukan
dan peran intelijen dalam kehidupan negara merupakan langkah yang perlu dan
harus diambil, dengan secara jujur berusaha menarik pelajaran dari masa lampau
serta dari kekurangan-kekurangan objektif yang masih ada di masa kini.
Acuan
missi intelijen di masa depan harus terkait dengan usaha untuk mendukung
komitmen bangsa, yaitu turut mengamankan terbentuknya, 1) masyarakat madani
yang demokratik; 2) yang menghormati supremasi hukum; 3) mendukung terbentuknya
pemerintahan yang bersih; 4) serta menjunjung tinggi pluralitas bangsa dalam
wujud penghormatan kepada perbedaan dengan tetap berada dalam pigura Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Pertanyaan
:
Untuk mewujudkan hal tersebut di atas, apakah
Saudara Kepala BIN sepakat akan perlunya melegislasikan suatu Undang-undang
tentang Intelijen, yang isinya menetapkan secara tegas tugas pokoknya (mission),
fungsi-fungsinya, bidang-bidang yang menjadi lahan garapannya, jenis tugas
(tasks) agar badan-badan intelijen kita tidak terjebak menjadi polisi rahasia yang bertentangan secara mendasar
dengan prinsip negara kita sebagai negara hukum (recht-staat; undang-undang itu
perlu menetapkan kepada siapa ia bertanggung-jawab, bagaimana hubungannya
dengan DPR, dari mana sumber alokasi anggaran belanja bagi lembaga intelijen,
dan hal-ihwal yang berkaitan dengan tanggung-jawab administratif badan-badan
intelijen.